Kamis, 07 Oktober 2010

Arti Sebuah Cinta

Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.
Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini, setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala yang dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad . Allah  berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Rasulullah  dalam haditsnya dari shahabat Tsauban  mengatakan: ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah  berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah  menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua negeri tersebut. Allah  memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”

Definisi Cinta
Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)

Hakikat Cinta
Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

Cinta kepada Allah
Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin. berkata: ”Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:

“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)
Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah , faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah  maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”
Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. Rasulullah  bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik :
“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:
Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah .
Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah . (Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)

Cinta adalah Ibadah
Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Allah  berfirman:

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)

“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)
Adapun dalil dari hadits Rasulullah  adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”

Macam-macam cinta
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, menyatakan bahwa cinta ada empat macam:
Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.
Kedua, cinta selain Allah.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah berfirman:

“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah berfirman:

“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)
Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah  berfirman:

“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (Yusuf: 8)
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat.

Jumat, 06 Agustus 2010

HABIB SYECH UMAR SUMBA & KH.HASBULLAH

I. ASAL MULA KEDATANGANNYA.
Pantai Kedung Cowek Kecamatan Kenjeran – Surabaya, tidak hanya memberi keindahan dimata para wisata saja, akan tetapi juga mengisahkan masa lampau tentang seorang Mujahid (Pejuang Islam) yang pernah singgah dan berdiam di kawasan itu, tidak lain adalah KH. HASBULLAH. Selain itu terdapat pula makam auliya'Allah yang berasal dari pulau Sumba (NTT)HABIB SYECH UMAR SUMBA adalah Seorang Mujahid, sekitar tahun 1890 M di pinggir pantai Kedung cowek ada seorang mayat yang tidak diketahui jati dirinya. Oleh warga dibawalah mayat itu ke tengah laut agar tidak terdampar pi tepi pantai kedung cowek dan bisa mengikuti arus air laut keluar daerah.
Akan tetapi anehnya, warga yang membuang mayat tersebut belum sampai di tepi pantai itu mayat tersebut sudah lebih dahulu tiba di tempat semula. Mayat tadi dibawa lagi untuk dibuang lebih jauh lagi, kenyataannya sebelum warga sampai ke tepi, mayat sudah sampai seperti semula. Kemudian mayat itu dibuang yang paling jauh dan melawan arus, akan tetapi sebelum warga sampai ke tepi pantai, mayat tersebut sudah lebih dulu tiba di tempat semula.
Hal itu telah di lakukan hingga tiga kali pembuangan, namun hasilnya tetap saja. Akhirnya salah seorang warga ada yang melaporkan dan meminta pendapat kepada KH. Hasbullah. Karena KH. Hasbullah adalah seorang Wali yang sudah kesohor dan Mutawattir tentang kewaliannya, dan ada yang berpendapat bahwa Beliau adalah Wali Abdal dan di dalam tingkatan yang tinggi. Sebab semasa muda (Bujang) sudah terlihat tanda-tanda kewaliannya.
Oleh KH. Hasbullah warga di beri wejangan bahwa mayat yang di buang tadi tidak sembarang orang, walaupun sudah wafat tetap di keramatkan, di mulyakan dan di agungkan oleh ALLAH SWT. Itulah Wali.
Di dalam Al-Qur'an di terangkan :
"Walaa tahsabannalladzi na qutilu fi sabilillahi amwaata. Bal ahya'u 'indarobbihim yur zaqum"
Artinya : " Jangan ALLAH itu mati, akan tetapi hidup berdampingan dengan ALLAH diberi beberapa kenikmatan"kau kira, jangan kau sangka orang-orang yang mati dalam membela agama"
"Walaa taqulu liman yuqtalu fi sabilillah amwat bal ahya'u walakin laa tasykurun"Artinya : "Janganlah kau berucap dan berkata orang yang mati di jalan ALLAH adalah mati, akan tetapi hidup sedangkan kamu tidak menyadari".Oleh KH. Hasbullah disuruhnya menggali kubur, namun secara tiba-tiba di dalam kubur sudah ada Jedingan (tempat untuk mayat). Dan pada waktu mayat di mandikan, Masya'Allah bau harum melebihi minyak kasturi semerbak mewangi sehingga air percikan untuk memandikan sampai bertahun tahun masih berbau harum mewangi.
Setelah di kafani, di sholati dan di kebumikan malamnya KH. Hasbullah berbincang bincang dengan Habib Syech Umar Sumba bahwa Beliau adalah berasal dari tanah Sumba sebagai mujahid untuk meneruskan perjuangan Rosulallah SAW.
Pada waktu itu makam belum ada cungkup (atap), banyak kejadian dan kegho'iban serta keganjilan-keganjilan.
Kalau ada orang-orang yang buang hajat (kencing) di sekitar makam, seketika itu orang tersebut kondor mulas-mulas perutnya. Kalau ada orang-orang yang naik dokar tidak turun, maka akan ambruklah dokarnya. Ada warga yang bernama wak Djam melempar kambing mengenai makam, seketika itu pula tangan dan kakinya kithing (cingkrux)
Dan pernah pesawat terbang lewat di atas makam, maka pesawat tersebut langsung jatuh, hal sudah terjadi dua kali.
Akhirnya KH. Hasbullah mempunyai inisiatif, lebih baik makam itu di beri pembatas, artinya di beri cungkup (rumah beratap) yang dahulu terbuat dari kayu (dan yang sekarang ini) sudah tiga kali di rehab dan di benahi (di bangun). Setelah di beri cungkup, maka amanlah kejadian-kejadian yang telah di alami itu.
Itulah Wali yang betul-betul di keramatkan oleh ALLAH SWT, di dalam kitab tauhid di terangkan :
"Wa astbitan lil'auliya'karomah waman nafa ha fanbidzan kalamah"Artinya : " Kita sebagai seorang muslim, wajib mempercayai bahwa Wali itu mempunyai kekeramatan. Kalau kita tidak percaya lebih baik diam seribu bahasa".
Takut-takut Hadist Rosulullah nanti terjadi :
Man 'adali waliyan faqod adzan tuhu bil harbi"Artinya : "Siapa yang menghina (menyepelekan) wali, orang ini akan di musuhi (di Adzab) oleh Allah sebelum mereka mati"
Apalagi kehebatan KH. Hasbullah yang masih remaja sudah terlihat kewaliannya. Pada waktu Beliau mondok di pesantrennya KH. Cholil Bangkalan. Semua santri di suruh oleh KH. Cholil supaya melihat Tonel (ludruk), jika tidak mau akan di pukulinya. Akan tetapi KH. Hasbullah tidak mau menonton, meskipun di pukuli sampai mati, Beliau tidak akan pergi nonton, padahal sahabat dan teman-temannya berangkat semua. Kosonglah pondok tersebut, yang tinggal hanya KH. Hasbullah.
Padahal KH. Kholil hanya menguji sampai dimana kegigihan kendali iman santri akan menuruti kehendak hawa nafsunya. Tidak lama kemudian ketika santri santri pada tidur ada cahaya gemerlap memancar diantaranya salah satu santrinya. Oleh KH. Cholil didekatilah cahaya tadi dan santri yang bersinar di ikat (di bundeli) sarungnya dan di ikatkan sampai ke kakinya.
Pada waktu menjelang adzan shubuh dibangunkanlah para santrinya untuk melakukan sholat, ternyata yang ada tanda dari KH. Cholil adalah pemuda yang bernama Hasbullah. Tapi, penemuan kewalian Hasbullah ini hanya di simpan dalam hati KH. Cholilsendiri, tanpa di beritahukan kepada siapapun walaupun pada santrinya.
Ketika para santri kerja bhakti membuat sumur, satu persatu menggali sampai mencapai kedalaman sumber. Sampailah pada giliran Hasbullah akan menjelang senja, oleh teman-teman sesamanya di goda. Tangga yang di gunakan untuk menggali sumur di tarik ke atas dengan tujuan agar Hasbullah tidak dapat melaksanakan sholat maghrib. Namun ketika teman-teman yang mengganggunya masih mandi, Hasbullah sudah brada di belakang KH. Cholil melaksanakan sholat. Mengetahui hal ini, teman-temannya (taslim) tidak lagi menggoda kepada Hasbullah yang nampak akan tanda-tanda kekeramatannya.
II. KH. HASBULLAH DI GODA.
Suatu ketika Hasbullah mondok di Pesantren Dukun– Gresik, Beliau hanya menggunakan (membawa) satu sarung. Saat Hasbullah mencuci sarungnya, setelah mencuci, sarungnya di jemur, sementara Hasbullah menuggu di tempat mandi hingga kering sarungnya, tapi tiba-tiba teman-temannya menggoda dengan cara menceburkan sarungya ke dalam air agar Hasbullah tidak keluar-keluar dari kamar mandi hingga kedinginan. Perbuatan ini oleh teman-temannya dilakukan berulang ulang kali sampai tiga kali, namun Hasbullah tidak marah sedikitpun. Terakhir sarung tadi di keringkan Hasbullah di atas bambu dengan ketinggian kira-kira Sembilan meter. Pada saat mengambil sarung yang sudah kering, bambu tadi di panggilnya untuk merunduk dan merebahkan seluru rantingnya. Setelah itu di ambillah sarung itu oleh Hasbullah. Mengetahui keajaiban dan kehebatan Hasbullah, seluru santri tunduk takluk bertekuk lutut.
Pada suatu hati, teman-temannya memancing ikan di Bengawan solo yang dekat dengan Pesantren. Teman-teman Hasbullah kadang-kadang hanya mendapat beberapa ikan saja, sedangkan anehnya, Hasbullah mendapat ikan yang sudah matang, kadang sudah gorengan dan kadang sudah godokan.
Melihat keluar biasaan dan keistimewaan Hasbullah, sekuruh teman santrinya bertambah hormat dan mengaguminya.
Pernah Hasbullah di ajak bermain sembunyi-sembunyian (das-das an = bhs gresik ), semua kawan-kawannya mencari kesana kemari sampai keringat bercucuran. Karena di cari tidak ketemu juga, akhirnya mereka putus asa dan tiba-tiba muncullah Hasbullah dalam "kendi".
III. SETELAH KH. HASBULLAH BERUMAH TANGGA.
Setelah keluar dari Pesantren dan berumah tangga, maka mencuatlah kesohoran kewaliannya, kemasyhuran, dan kekeramatannya, sehingga banyak tamu-tamu yang datang meminta tolong, petunjuk dan meminta advis untuk menuju jenjang yang lebih tinggi, lebih mulya dan lebih sempurna.
Pada suatu hari, di Bulak banteng ada orang yang bernama H. Yasin dan H. Sholeh, anak dan bapak bertengkar. Bapaknya akan di tembak dengan pistol. KH. Hasbullah di kediaman Kedung Cowek, atas kekeramatannya Beliau mengetahui bahwa di Bulak banteng ada perselisihan antara anak dan bapak. Cepat-cepat KH. Hasbullah menyuruh putranya yang bernama Ahmad untuk menjemput kedua orang yang sedang berengkar tadi.
Tidak lama kemudian keduanya datang di hadapan KH. Hasbullah yang bertepatan di Rumah Beliau banyak tamu. Setelah anak dan bapak di persilahkan duduk, maka datanglah satu tamu di belakangnya.
Setelah duduk, KH. Hasbullah meminta tolong kepada tamu tadi untuk mencarikan barang yang ghaib di dalam laut, tidak lama kemudian tamu tadi datang dengan membawa berita : "Kyai… ! di dalam laut ada barang yang aneh, banyak orang yang datang pergi ke Masjid ". "Tidak itu, ada lagi ! " kata KH. Hasbullah. Engkau kembali dan cari lagi ke dasar laut. Akhirnya tamu itu kembali mencari lagi di dasar laut, kemudian Ia kembali dan melaporkan kepada KH. Hasbullah yang ke dua kalinya :" Ada Kyai…! Barang yang aneh di dasar laut, ada seekor sapi (lembu) makan rumput". Bagaimana kata KH. Hasbullah, bukan itu masih ada lagi, Engkau cari lagi. Akhirnya di cari dan ketemu seekor Ular berkepala Manusia. "Bagaimana yang ke tiga ini Kyai…?" Tanya tamu itu. Bukan itu. Engkau cari lagi, jata KH. Hasbullah. Akhirnya keempat kalinya, Ia temukan seorang pria yang sedang duduk-duduk di atas dipan (amben : bhs jawa) di dalam dasar laut. Berkata KH. Hasbullah:"Sampeyan (Engkau) bawa orang itu ke sisni". Tidak lama kemudian datanglah kedua orang tadi di hadapan KH. Hasbullah dengan mengucap salam.
Setelah di persilahkan duduk, maka KH. Hasbullah bertanya kepada orang tadi (yang duduk di atas dipan di dasar laut), "Anda itu dari bangsa Jin atau bangsa Syaithon, bangsa Malaikat atau bangsa Manusia ?" Bahaimana jawab si tamu tadi ? " Kyai…, saya ini tidak dari bangsa Jin, tidak dari bangsa Syaithon, juga tidak dari bangsa Malaikat, akan tetapi saya ini dari bangsa Manusia.
KH. Hasbullah selanjutnya bertanya :" Anda ini mempunyai kekeramatan apa hingga bisa hidup di dasar laut ?"." Saya ini ibarat kemiri yang dalamnya tidak ada apa-apanya" jawabnya. Mengapa Anda bisa hidup di dasar laut ? Begini Kyai ceritanya : "Pada waktu Ibu dan Bapak saya masih hidup (Bapak buta matanya dan Ibu cacat kakinya), selama 45 tahun lebih saya merawat kedua orang tua saya baik memandikan, wudlu, satu per satu saya yang menggendongnya bahkan makan sehari harinya saya yang mencarikannya.
Saya pelihara kambing, setelah besar saya jual untuk keperluan orang tua saya. Pada waktu ibu sakit keras menjelang ajal, beliau berdo'a : "Nak, tidak kurang-kurang kamu merawat Ibu. Aku tidak bisa meninggalkan apapun, hanya Ibu berdo'a, mudah-mudahan kau hidup nikmat dan tidak bisa di ketahui orang lain.
Tidak seberapa lama 40 harinya menyusul Bapak sakit keras. Sebelum meninggal, Bapak berdo'a :"Sudah cukup kau merawat dan mengabdi kepadaku. Mudah-mudahan kau di beri hidup lezat oleh Allah SWT tetapi tidak diketahui masyarakat. Setelah kedua orang tuaku meninggal,pikiranku jadi langsung stress, trauma, seakan dunia ini menjadi sempit dan kehidupan saya tidak ada artinya sama sekali Kyai". Pada waktu antara Ashar dan Maghrib, menjelang matahari terbenam, saya berjalan ke tepi laut ada sebuah dipan dan saya sholat di situ.
Setelah saya Sholat, dipan tadi melayang dan langsung ke dasar laut bersama diriku. KH. Hasbullah bertanya lagi :"Lantas yang engkau makan aoa ?". Kyai…, sebelum matahari terbenam, datanglah kelelawar ke hadapan saya mengeluarkan anggur, roti dan keju dari duburnya. Dari mulutnya keluar susu dan madu. Mendengar obrolan dan perbincangan antara KH. Hasbullah dengan orang tadi, maka kedua orang (Bapak dan anak /H. Yasin dan H. Sholeh) menangis tersedu sedu sambil berangkulan. Sang anak meminta maaf sambil menundukkan kepala dan dengan jeritan tangis melelehkanair mata.
Inilah kehebatan KH. Hasbullah memberikan nasehat umat manusia dengan cara yang ghaib, Siapa yang di mintai tolong oleh KH. Hasbullah untuk mencari orang yang berada di dasar laut ? Tak lain adalah Nabi Allah Nabi hidir AS.
IV. TERJANGKIT WABAH PENYAKIT GANAS.
Pernah suatu ketika Kedung Cowek terkena wabah penyakit (Thoun) yang mendadak mati, yang satu belum di mandikan yang lain sudah meninggal, yang lain belum di kubur, yang satu menyusul, yang satu belum di apa-apakan sudah banyak yang bergelimpangan.
Akhirnya KH. Hasbullah mengajak delapan santrinya pergi jam dua malam di ujung desa tiba-tiba sudah ada orang yang setinggi pohon bambu memakai kopyah kuncir Turki dan memegang pedang panjang
Lalu KH. Hasbullah memberi salam dan bertanya : "Siapa sampeyan ini ?" Saya adalah Ratunya penyakit Thoun. Saya minta tolong sampeyan (Anda) laporkan kepada Allah agar jangan orang Kedung Cowek saja yang di serang Thoun, nanti siapa yang melakukan ibadah, keesokan harinya Kedung Cowek sudah aman tidak ada korban lagi dan berganti ke daerah lain dan sekitarnya.
Memang KH. Hasbullah seorang Wali dan Ulama' yang benar-benar mementingkan umat, menolong masyarakat baik dengan do'a maupun hartanya. Hal inisesuai denganpribadi Rosulullah SAW :
Walakin asyarna 'alaanfusina Artinya : "Dan saya tidak mementingkan pribadisaya"
Pernah KH. Hasbullah keluar malam dengan santrinya yang bernama Sarkawi. Tiap-tiap rumah di Tanya, tiba-tiba ada rumah kecil terjepit beratapkan ilalang di huni Mukhayyah yang fakir miskin. Pada waktu KH. Hasbullah menjerit :"Ya ALLAH, mudah-mudahan orang ini Kau beri sama-sama sepertiorang Kedung Cowek lainnya. Keesokan harinya ada orang yang bernama Wak Nandi yang memberikan langsung rumahnya kepada Mukhayyah.
Dan setiap harinya KH. Hasbullah selalu member uang saku (uang jajan) kepada anak yatim di desanya.
Pernah Belanda membikin meriam sebanyak tujuh buah, setelah selesai di cobanya sehari penuh. Ternyata tidak ada yang berbunyi sampai ia akan bunuh diri, kemudian ada orang yang bernamaDul Ali untuk memberi saran dan mengajak kerumah KH. Hasbullah agar meminta izin, maka berbunyilah neriam itu sehingga Belanda memberi julukan "Kyai Nomor Satu"
Juga pernah Belanda mengalirkan air dari blumbang ke tangsi yang melalu pipa besar, tetapi yang keluar bukan air melainkan lumpurnya. Ketika Belanda meminta restu kepada KH. Hasbullah, maka hilanglah lumpurnya dan keluarlah air yang jernih dan seketika itu pula Belanda menyatakan masuk Islam dengan hati tulus ikhlas.
Setengah dari kekeramatan KH. Hasbullah lagi, yaitu pada waktu orang Nambangan memelihara kambing yang sedang memperbincangkan (Ngrasani=bhs jawa) KH. Hasbullah bahwa Ia (KH. Hasbullah) tidak pernah buang hajat (berak), seketika KH. Hasbullah keluar rumah dan duduk-duduk di oro-oro (semak-semak). Setelah bangkit dari duduknya, penggembalakqambing langsung ke tempat KH. Hasbullah tadi. Maka di lihatlah keras lalu di pukullah biji itu dengan batu dan terlempar. Seketika itu kemaluannya kondor dan akhirnya ia di gendong bapaknya di bawa ke rumah KH. Hasbullah untuk meminta maaf sekaligus meminta obat. KH.Hasbullah seketika itu lebih dahulu berkata : "Wong Saya tidak berak di anggap berak". Sambil mengusap-usap kemaluan penggembala kambing itu mendadak langsung sembuh.
Pernah KH. Hasbullah duduk di tepi pantai bersama santrinya yang bernama Ponidin, kata KH. Hasbullah :"Din, Din…, bisakah kamu menghentikan kapal yang berada di tengah laut itu ?". " Kalau Pak Kyai yang mengizinkan Insya'Allah bisa", Jawab Ponidin. Lalu kapal itu di tunjuk (di tuding) oleh Ponidin dari tepi pantai, seketika itu pula kapal berhenti dan tidak jalan.
KH. Hasbullah kalau pulang ke Madura, khusunya ke Tebbul Kec. Sukolilo Beliau naik datas kulit kacang, kadang-kadang naik Kuda Sambar Angin. Sebab KH. Hasbullah memang keturunan bangsa Madura dari Bujuk (Sunan) Rakah. Sedangkan kalau ke Batu Ampar atau perjalanan yang jauh biasanya naik Sapu Angin (Thoyyul Ard).
Pernah anaknya bernama Hj. Maimunah ingin tahu Batu Ampar, maka di suruhlah anaknya memejamkan mata dan merangkul pundaknya. Belum ada dua menit perjalanan, di suruhlah membuka matanya, Anaknya takut karena di hadapannya sudah banyak nisan orang mati. Kata KH. Hasbullah :"Kau ingin tahu Batu Ampat, ya inilah Makam Batu Ampar".
Pernah pula istrinya yang bernama Nyai Mardiyah dan Menantunya, Hj. Fatimah pergi naik Haji. Dengan beberapa menit setelah sholat Maghrib Beliau menjenguk (sambang) ke Makkah dan pulang membawa Godo Kurma yang masih hangat, karena Nyai Mardiah kesukaanya adalah membikin kue "Godo Kurma".
Ketika Nyai Mardiyah sakit di rumah dan ingin sekali makan Godo Kurma (pada waktu itu kurma sulit di cari), Maka keluarlah KH. Hasbullah dari rumah. Beberapa menit kemudian Beliau sudah kembali dengan membawa Kurma yang masih ada tangkainya.
Pernah Jama'ah (Rombongan) Kedung Cangkring – Gempol berkunjung (silaturahmi) ke KH. Hasbullah di pimpin Bapak Suhaimi, mereka memperbincangkan sesama temannya yang pada waktu itu di beri hidangan makan tanpa ada lalapnya. "Seandainya setelah makan ini ada lalapan jambu kedung cangkring, alangkah tambah nikmatnya makanan ini. Namun sayang kita ke sini tidak membawa jambu dari rumah. Seketika itu KH.Hasbullah menyuruh Khodamnya menyuguhkan jambu kedung cangkring kepada tamu tamunya. Padahal KH. Hasbullah berada di belakang rumah dan tidak mendengar perbincangan mereka.
Perlu di ketahui makam Waliyullah ini sekitar tahun 1977 roboh sebab di sekitar daerah makam terkena angin puyuh(angin rebut) banyak pepohonan yang besar tumbang, sehingga rumah-rumah makam rusak hancur total karena tertimpa pohon besar-besar. Tapi anehnya pohon-pohon itu sama sekali tidak mengenai dan tidak menempel sedikitpun di atas makam, apalagi mengenai batu nisan itu.
Demikian kisah Perjalanan Waliyullah akan kehebatan dan kekeramatan Habib Syech Umar Sumba walaupun telah wafat dan keluar biasaan dari pribadi KH. Hasbullah sebagai Wali Allah.
Dengan menceritakan dan mendengar Sejarah Waliyullah HABIB SYECH UMAR SUMBA – KARAMULLAH KH. HASBULLAH, berpegang teguhlah kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rossul, agar kita senantiasa dalam limpahan Rahmat dan pertolongan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT :
"Wa'atii'ullaha waarrosuulalla la'allakumturhamun")Artinya : "Dan taatlah kepada Allah dan Rosul-Nya agar kamu sekalian mendapat rahmat".
Dan sesuai dengan Sabda Nabi kita Nabi Muhammad SAW :
"Dengan menceritakan para-para Nabi Allah itu termasuk Shodaqoh",
"Dengan menceritakan Orang-orang yang Sholeh itu termasuk bisa menghapus dosa-dosa kita,"
"Dengan menceritakan Suatu kematian, itu bisa mendekatkan diri kita kepada Surganya Allah SWT."
"Dan Mudah-mudahan dengan kecintaan kita pada Wali-wali Allah, kelak dengan datangnya hari Qiamat Kita dapat di kumpulkan dengan Wali-Nya sesuai Sabda Nabi Muhammad SAW " Akan di kumpulkan kelak pada hari Qiamat bersama orang yang di cintainya". Amiien.

Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad

Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad, lahir hari Rabu, Malam Kamis tanggal 5 Bulan Syafar 1044 H di Desa Sabir di Kota Tarim, wilayah Hadhromaut, Negeri Yaman.
Nasab
Beliau adalah seorang Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwy bin Ahmad bin Abu Bakar Al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwy bin Muhammad Shôhib Mirbath bin Ali Khôli’ Qosam bin Alwi bin Muhammad Shôhib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhâjir Ilallôh Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqîb bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Jakfar Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As-Sibth Al-Husein bin Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib suami Az-Zahro Fathimah Al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
Makam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad
Orang-tuanya
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang saleh. Lahir dan tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatannya. Kakek Al-Haddad dari sisi ibunya ialah Syaikh Umar bin Ahmad Al-Manfar Ba Alawy yang termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna.
Suatu hari Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad mendatangi rumah Al-Arif Billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsy mendoakannya, lalu Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad Al-Habsy, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al-Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Yang mana Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad. Ketika Syaikh Al-Hadad lahir ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang ducapkan Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al-wilayah (kewalian)”.
Masa Kecil
Dari semenjak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah. Allah menjaga pandangan beliau dari segala apa yang diharomkan. Penglihatan lahiriah Beliau diambil oleh Allah dan diganti oleh penglihatan batin yang jauh yang lebih kuat dan berharga. Yang mana hal itu merupakan salah satu pendorong beliau lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah menuntut ilmu agama.
Pada umur 4 tahun beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkannya buta. Cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya, beliau habiskan waktunya dengan menghapal Al-Quran, mujahaddah al-nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu) dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Dakwahnya
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang beliau miliki pada saat usia yang sangat dini, beliau dinobatkan oleh Allah dan guru-guru beliau sebagai da’i, yang menjadikan nama beliau harum di seluruh penjuru wilayah Hadhromaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadhromaut tetapi juga datang dari luar Hadhromaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarukan (mencari berkah), memohon doa dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Di antara murid-murid senior Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah putranya, Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwy Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin Zein bin Alwy bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, Al-Habib Ahmad bin Abdullah Ba-Faqih, Al-Habib Abdurrohman bin Abdullah Bilfaqih, dll.
Selain mengkader pakar-pakar ilmu agama, mencetak generasi unggulan yang diharapkan mampu melanjutkan perjuangan kakek beliau, Rosullullah SAW, beliau juga aktif merangkum dan menyusun buku-buku nasihat dan wejangan baik dalam bentuk kitab, koresponden (surat-menyurat) atau dalam bentuk syair sehingga banyak buku-buku beliau yang terbit dan dicetak, dipelajari dan diajarkan, dibaca dan dialihbahasakan, sehingga ilmu beliau benar-benar ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa beliau juga menyusun wirid-wirid yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat untuk agama, dunia dan akhirat, salah satunya yang agung dan terkenal adalah Rotib ini. Rotib ini disusun oleh beliau dimalam Lailatul Qodar tahun 1071 H.
Akhlaq dan Budi Pekerti
Al-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.
Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya. Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.
Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya; Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang yang sanggup meninggalkan majlisnya.
Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing. Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku dari mengingati Allah”.
Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”
Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain; bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa. Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata mencari barakah Al-Imam.
Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.
Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib “Adapun segala kesalahan berkait dengan hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan dimaafkan”.
Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan pembantunya berkata: “alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.
Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar di Madudah dan banyak lagi.
Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk saudaramu ini yang lemah semoga diampuni Allah”
Wafatnya
Beliau wafat hari Senin, malam Selasa, tanggal 7 Dhul-Qo’dah 1132 H, dalam usia 98 tahun. Beliau disemayamkan di pemakaman Zambal, di Kota Tarim, Hadhromaut, Yaman. Semoga Allah melimpahkan rohmat-Nya kepada beliau juga kita yang ditinggalkannya.
Habib Abdullah Al Haddad dimata Para Ulama
Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”.
Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba Alawy”.
Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”
Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra. mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah sejak masa kecilnya”.
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim).
Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra. berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.
Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra. mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”
Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya.”
Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini. ”
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor, Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi penghuninya.”
Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra. mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”
Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra. mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad ra.”
Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”
Karya-karyanya
Beliau meninggalkan kepada umat Islam khazanah ilmu yang banyak, yang tidak ternilai, melalui kitab-kitab dan syair-syair karangan beliau. Antaranya ialah:
1. An-Nashaa’ih Ad-Dinniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah.
2. Ad-Dakwah At Tammah.
3. Risalah Al-Mudzakarah Ma’al-Ikhwan Wal-Muhibbin.
4. Al Fushuul Al-Ilmiyah.
5. Al-Hikam.
6. Risalah Adab Sulukil-Murid.
7. Sabilul Iddikar.
8. Risalah Al-Mu’awanah.
9. Ittihafus-Sa’il Bi-Ajwibatil-Masa’il.
10. Ad-Durrul Manzhum Al-Jami’i Lil-Hikam Wal-Ulum.*
Image Hosted by ImageShack.us 
Demikian sekilas dari sejarah beliau. Karya-karyanya sangat masyhur di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah ratib Al Haddad  Ratib ini sering dibaca di berbagai majlis dan masjid-masjid di kampung kita karena memiliki banyak faedah bagi yang membacanya. Nah, tunggu apalagi yuk..mari kita teladani dan amalkan ajaran-ajaran beliau…

TATA CARA ZIARAH MAKAM WALI ALLAH / SHOLIHIN

Nabi SAW bersabda,
“Barang siapa berziarah ke makamku, niscaya aku akan memberinya syafaatku.”
Wahai yang terbaik di antara para penghuni kubur
Wahai kau, yang keharumannya membubung luhur
Menuju ketinggian dan menukik menyentuh kedalaman,
Mungkinkah aku jadi tebusan bagi makam yang kautinggali,
Yang di dalamnya ada kemurnian, karunia, dan kemurahan hati!
(sebuah puisi Arab Badui di makam Nabi SAW)

Untuk dapat melakukan ziarah dengan baik, perlu diperhatikan adab yang benar, agar tercapai tujuan yang semestinya, dan tidak meleset arahnya. Pastikan bahwa kita benar-benar sedang mengarah hanya pada apa-apa yang disukai dan diridai Allah SWT, jangan pada arah yang tidak jelas. Bahwa berziarah kepada para awliya atau pun para kekasih Allah SWT—apalagi yang merupakan sahabat Nabi SAW, ataupun umumnya para wali, merupakan perkara yang sangat dianjurkan, dan seyogyanya begitu rupa kita pentingkan. Rasulullah SAW sendiri nyata-nyata mengunjungi makam sahabat-sahabat beliau, yang merupakan awliya itu, di Baqi' al-Gharqad, mendoakan ampunan Allah SWT bagi sahabat-sahabat beliau. Demikian juga beliau berziarah ke Uhud. Bahkan suatu ketika Rasulullah SAW juga menyapa suatu makam orang kafir,
“Betul nggak janji-janji Allah SWT yang aku disuruh menyampaikannya kepadamu? Ancaman-ancamannya sudah kamu jumpai sekarang kan?”

Para sahabat lalu bertanya, “Apakah mereka dapat mendengar sapaanmu itu yaa Rasulallah SAW? Rasulullah SAW menjawab, ”Mereka mendengar, namun (karena kafirnya di dunia dahulu, kini mereka sibuk dengan penderitaan yang sedang melilit dirinya di dalam kubur) tak mampu lagi menjawab sebagaimana mestinya.”
Nah, kalau orang kafir saja mendengar, walaupun tak berdaya menjawab, bagaimana halnya dengan orang mukmin? Bagaimana dengan orang saleh? Bagaimana dengan awliya? Bagaimana dengan para Syuhada? Bagaimana dengan Anbiya'? Bagaimana dengan sahabat-sahabat Nabi SAW yang mereka merupakan suluh bagi kita untuk dapat meraih petunjuk Allah SWT yang kita cari, dan yang sangat kita perlukan? Yang demikian ini sudah jelas terungkap dalam riwayat dan hadits yang shahih.
Hal-hal yang sepatutnya menjadi tujuan ziarah ke makam para wali, atau pun orang-orang alim adalah agar kita menjadi semakin dekat (qarib/taqarrub) kepada Allah SWT itu sendiri. Kedua adalah agar kita berdoa dengan tulus, dan bersungguh-sungguh untuk beliau; karena sesungguhnya Allah SWT telah menganugerahi suatu bentuk berkah yang berlimpah kepada beliau; dan karena ‘lubernya’ berkah itu, semoga terlimpah kembali kepada para peziarah dan keluarganya; yaitu dalam bentuk dan takaran rahmat yang semakin melimpah ruah.

Yang sepatutnya dilakukan olah para peziarah adalah mengambil posisi berhadapan muka dengan yang diziarahi. Dalam jarak yang cukup dekat namun penuh hormat. Menyampaikan salam dengan sikap yang sopan, khusyuk, merunduk, memandang ke bumi dangan teduh, serta menghormati pribadi yang diziarahi, seraya menanggalkan aneka macam kesadaran diri yang ada. Imajinasikan seolah-olah kita sedang menatap muka beliau, dan sorot mata beliau pun seolah-olah menatap kita. Hati meliput cakrawala keluhuran martabat maupun asrar (rahasia rohaniah) yang dilimpahkan Allah SWT pada beliau; pada keluhuran kewalian beliau; pada aspek kedekatan beliau dengan Allah SWT dan lantaran ketaatan beliau kepada-Nya yang telah mendatangkan limpahan wacana Rabbaniyah pada diri beliau itu. Lakukan hal ini dengan khidmat. Kalbu atau pun bashirah (mata batin) peziarah seharusnya terus-menerus dan semakin cermat menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa betapa dangkal dan tumpulnya upaya diri kita untuk meraih taraf "kasih" Allah SWT seperti yang telah beliau peroleh itu. Maka tumbuhkanlah sendiri suatu nuansa kesadaran diri untuk mulai semakin bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah SWT; dengan meniru beliau yang sedang diziarahi itu, dan agar memperoleh pencerahan dari beliau.
Inilah nikmatnya berziarah yang dapat ditempuh untuk dapat lebih bergegas-gegas lagi menuju Allah SWT; bangunkan sendiri garis lurus dalam alam sadar (conscious) kita suatu energi gaib (di dalam kalbu) seraya mengelakkan diri dari pesona; magnitude; maupun tarikan kuat "selera duniawi".

Ketahuilah, sesungguhnya getaran selera dangkal, atau duniawi itulah yang membutakan "bashirah", dan menghalangi suatu kedekatan antara kita dengan Allah SWT, atau pun dengan citra diri yang baik, dan itu jugalah yang tak henti-hentinya membuat kita berputar-putar secara tak berkeputusan.
Hendaknya peziarah memandang diri sendiri dengan mata hatinya; betapa sesungguhnya dengan ziarah itu berarti Allah SWT sedang bermurah hati menjadikan dirinya semakin mendekati seorang wali tertentu, dan bahwa dirinya mulai bersedia menyandang perilaku (akhlak) para kekasih-Allah SWT itu; bahwa ia semakin mantap dalam berpegangan kepada model panutan, serta jalan hidup yang benar, dan penuh kesungguhan menuju Allah SWT, seperti yang dilakukan beliau-beliau para awlia itu. Dan agar dapat mencapai martabat kehambaan yang hakiki di sisi Allah SWT, seperti yang saat ini menjadi reputasi beliau-beliau para wali itu.

Namun betapa kenyataan sehari-hari yang dijalani para peziarah justru mendepak kembali peluang, dan kondisi yang dihadapkan oleh Allah SWT itu menjadi hanya selintas maya. Jika memang demikian, seharusnya peziarah mulai membayangkan seolah-olah dirinya sedang hadir di hari kiamat, atau pun di hari kebangkitan.
Saat itu para awliya yang bangkit dari makamnya itu pun dalam tampilan atau citra yang cerah dan penuh keriangan karena menyandang rida Allah SWT dari sebab perilaku yang beliau-beliau lakukan di dunia dahulu dengan penuh ketaatan – di samping keterkaitannya yang intens bersama Rasulullah SAW. Beliau-beliau mengendarai kereta cahaya yang menggambarkan karamah beliau, seraya dipayungi oleh para malaikat dengan payung yang gemerlap, yang berawal dari amalan-amalan salehnya. Di atas kepala beliau-beliau bertemaram cahaya tiara, sedemikian teduh, dan dapat kita jadikan tambatan yang dapat menyaput derita para pendosa, atau pun orang-orang yang berbekal ketaatan, namun lantaran pengejarannya di dunia ini atas syahwat yang tak berkeputusan, dapat menjungkalkan yang bersangkutan ke derita kubur. Orang-orang seperti itu kini sedang melolong dalam tujuannya dan kebingungannya. Penuh ketakutan dan bersimbah peluh yang telah menenggelamkan dirinya dalam nestapa, seraya makin tak tahu apa yang bisa diperbuatnya.
Yakinkanlah dirimu wahai peziarah, jangan sampai kelak akan mengalami yang demikian itu. Maka bangkitkan rohanimu, jangan lagi berlalai-lalai, berdukalah sekarang, menangislah saat ini, jangan nanti. Dan mulailah berdoa untuk kedua perspektifmu; di dunia ini, terutama di akhirat nanti. Mohonlah agar Allah SWT yang Rahim membenahi dirimu dengan mengkaruniakan Tawfiq kepadamu, seperti halnya menjadi karunia Allah SWT bagi orang-orang saleh. Bacalah ayat-ayat al-Qur'an, perbanyak doa, istighfar, penyadaran diri kepada Allah SWT yang semakin sungguh-sungguh dan penuh harap. Tentramkan dirimu bersama awliya, anbiya, atau sahabat, dan merasakan cukup bersamanya sajalah, jika yang demikian ini dapat kita persembahkan kepada Allah SWT niscaya Dia makin melimpahkan rahmat, dan semakin berkenan mengijabahkan doamu.
Ketahuilah hanya dengan bersungguh-sungguh, orang akan mendapatkannya dan yang beruntung meraih pintu Sang Pemurah, pasti tak akan kandas dari segala apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Oleh karena itu hindarilah kecondongan hati yang tak bersungguh-sungguh melalui ziarahmu kepada orang saleh.
Berziarahlah dalam kekhusyukan, dalam taqarrub kepada Allah SWT. Janganlah karena pertimbangan membutuhkan pengakuan orang, dan jangan pula supaya terkesan sebagai orang saleh, malah nanti akan menjadi tambahan puing petaka rohanimu saja.
Hindarilah dari bercakap yang tidak baik, atau pun tak senonoh, atau pun yang tak jelas perlu dan manfaatnya, di haribaan makam orang saleh. Sebab hal itu dapat menimbulkan murka Allah SWT, dapat menimbulkan "gelo" (kekecewaan—Jawa) atau pun kedukaan orang saleh itu sendiri, dan sekiranya malah akan menghampirkan dirimu sendiri kepada kehancuran secara tidak kita sadari. Sekali lagi elakkan yang demikian ini.
Poin utama dalam ziarah adalah menggerakkan zikir, selawat, baca ayat al-Qur'an, sepenuh jiwa dan raga.
Hanya Allah SWT saja yang dapat menunjukkan kita ke jalan yang benar dan membahagiakan. Maka kita bersandar, bertumpu, dan berserah diri ke jalan-Nya. Selawat dan salam semoga makin terlimpah kepada Rasulullah SAW, pegangan kita hingga hari pembalasan kelak. La hawla wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiim.

Adab Ziarah
Mengucapkan Salam (yang dipuisikan oleh Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad) kepada Arwah yang diziarahi, seraya menghadap ke Hadirat Allah SWT dengan sepenuh hati:
Salaamullah yaa Saadah Minarrahmaan yaghsyaakum
(diulang di antara bait-bait berikut:)
Ibaadallah ji’naakum qaashadnaakum thalabnaakum
Tu’inuunaa tughiitsuunaa bihimmatikum wajadwaakum
Fah-buunaa wa uthuuna athaayaakum hadaa yaakum
Falaa Khayyabtumuu zhannii fahasyaakum wahaasyaakum
Sa’idnaa idz atainaakum wafuznaa hiina zurnaakum
Faquumuu wasyfa’uu fiinaa ilar-rahmaan mawlakum
`Asaa nuhzhaa asaa nu`thaa mazaayaa min mazaayaakum
`Asaa Nazhrah `asaa rahmah taghsyaanaa wataghsyaakum
Salaamullah hayyaakum wa’aynullaah tar’aakum
Washallallahu Mawlaana wasallama maa ataynaakum
‘Alal Mukhtaari syaafi’inaa wamunqi dzinaa wa iyyaakum

 
Wahai Tuanku, semoga Salam Allah tetap tercurah padamu
Kami, hamba-hamba Allah datang kepadamu
Kami bermaksud bersentuhan dengan rohanimu dan kami berharap berkahmu
Untuk menolong kami, menyejukkan kami dengan siraman yang berasal darimu, sesuai dengan spirit dan pencapaianmu selama ini.
Maka cintailah dan berikanlah kepada kami apa-apa yang Allah berikan padamu selama ini.
Jangan biarkan pengharapan ini sia-sia, jauhlah engkau semua dari sifat tega menyia-nyiakan kami.
Kami sangat beruntung datang di haribaanmu dan kami amat berbahagia dengan kunjungan ini, maka bangkitlah menjadi syafaat buat kami bermohon pada ar-Rahman tuanmu.
Mudah-mudahan kita dirangkum dan dibelai dengan limpahan karunia yang selama ini dianugerahkan kepadamu.
Mudah-mudahan kita dipandang dan dilimpahi rahmat yang akan makin menyelimuti kita.
Mudah-mudahan engkau semakin dihidupkan dengan belaian Allah dan pandangan menggembalakan.
Mudah-mudahan rahmat Allah semakin terlimpah pada manusia pilihan agar semakin terlimpah untuk kita dan yang menuntun kami semua.
Al-Faatihah
Syahadat 3 kali
Istighfaar 3 kali
Al-Ikhlash 3 kali
Al-Falaq
An-Naas
Ihda: Ilaa Hadratin Nabi… Al-Faatihah
Membaca Surat Al Mulk atau Surat Yasin atau lainnya
Doa
Al-Faatihah
bisa juga dibacakan zikir Khatm Khwajagan, Mawlid, Tahlil dan sebagainya.